Feminist Festival: Perspektif Lain Dari Sebuah "Perbedaan"
Senin, November 13, 2017Peserta dari NTT, Sulawesi, Yogyakarta, Bali |
Selama dua hari (26-27 Agustus 2017) Feminist Festival dilaksanakan di SMA 1 PSKD Jakarta Pusat, acara terdiri dari dua pleno besar, lima lokakarya dan 15 diskusi panel, serta pembacaan puisi yang dilakukan oleh panitia, peserta, dan juga beberapa organisasi yang datang. Persentasi dari LSM dan komunitas, dan pameran poster Women's March Jakarta. Lebih dari 30 pembicara yang datang dan membahas topik seperti ekofeminisme, kesehatan seksual dan reproduksi, kekerasan berbasis gender, media, pembangunan, allies, dan kebijakan publik. Jadi dalam Femfest ini tidak hanya tentang Feminisme tetapi juga workshop dan panel-panel terkait kewirausahaan.
Feminist Festival 2017 membawa 10 "feminis" muda, perempuan dan laki-laki dari luar Jakarta untuk menghadiri Femfest untuk berbagi pengalaman dan memperluas jaringan. Peserta tersebut berasal dari Makasar, Sulawesi Tengah, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, dan Papua.
Saat itu seminggu sebelum keberangkatan tiba-tiba aku mendapatkan email dari panitia bahwa terpilih sebagai salah satu peserta yang akan mengikuti kegiatan Femfest 2017 ini. Panitia mengatakan aku direkomendasikan oleh seseorang. Sampai tulisan ini dipublikasikan haha, aku belum mengetahui siapa yang merekomendasikan untuk mengikuti kegiatan ini.
Karena sebenarnya aku tidak biasa menyebutkan diri sebagai seorang feminis, namun memang aku sangat tertarik pada isu-isu hak perempuan terutama akses terhadap kesehatan dan pendidikannya. Bukankah sesuatu yang menarik mempelajari hal baru selagi muda? :D
Karena keinginan belajar sesuatu yang baru memang selalu menggebu dan rasa penasaran selalu menghantui, maka aku memutuskan untuk berangkat, padahal nih mesti ngerjain sesuatu yang mendesak di waktu yang bersamaan hemmm tak apa yang penting beasiswanya penuh dan sekalian main sebentar. (cringgg cringgg) haha
Love These "Aktivis" Girls from NTT (right) dan Yogyakarta (left) |
Secara umum kegiatan ini memang lebih membuka pikiran kita tentang apa itu Feminisme. Jika kita menelisik lebih dalam tentang Feminis, ternyata sesuatu hal yang menarik untuk tidak hanya sekedar diketahui tetapi juga dipahami. Jauh dari permasalahan agama dan lainnya yang dianggap bertentangan, menurut perspektifku ini lebih kepada sebuah "Hak" untuk hidup.
Tujuan dilaksanakannya Femfest ini bukan untuk mengumpulkan orang-orang LGBTQ+ seperti anggapan orang-orang luar sana yang memiliki pemikiran sempit tentang Feminisme tersebut. Tetapi adalah untuk memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai apa itu Feminisme dan isu-isu lintas sektornya. Feminisme dapat membantu kita untuk memenuhi hak "Keadilan Gender" dan ingin membebaskan semua orang untuk dapat memilih apa yang terbaik untuk mereka. Selain itu, acara ini dilaksanakan agar para peserta ikut dalam memperjuangkan secara aktif dalam pergerakan dan perjuangan menuju Indonesia yang berkeadilan gender.
Aku sendiri tidak terlalu fanatik terhadap yang namanya feminisme karena tidak asing lagi dengan yang namanya feminisme. Berprilaku sewajarnya sehingga tidak ada yang perlu diperdebatkan. Paham dan bisa menempatkan diri dengan baik sehingga tetap dapat merangkul teman-teman. Di Tahun 2014, aku bekerjasama dengan PKBI untuk memberikan akses kesehatan kepada para LGBTQ+ di Lampung. Dari acara ini, aku bertemu dengan banyak orang dan kita berteman dengan baik dan secara terbuka mengakui bahwa dirinya seorang LGBTQ+, sudah tidak perawan, korban KDRT, dan banyak aktivis sosial yang mengaku bahwa memang Negara/ lingkungan kita belum secara terbuka menerima "Ketidaknormalan" tersebut. Yups aku sangat "Open Minded" yang bisa menjadi tempat teman-teman untuk sekedar bercerita dimana sebagian besar dari mereka mengalami "Mental Illness/ Depresi. Jika kalian familiar dengan feminisme, maka kalian pasti mengetahui faktor apa yang menyebabkan mereka menjadi memiliki orientasi seksual yang berbeda.
Terkadang kita menganggap orang-orang yang LGBTQ+ tersebut sebagai seorang yang "Tidak Normal", padahal orientasi seksual merekalah yang berbeda dengan jenis kelaminnya dan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipaksakan (Jika kalian penasaran sebaiknya lebih banyak membaca hal-hal terkait ini sehingga tidak "sok pintar, apalagi sampai menghakimi).
Mereka juga memiliki hak yang sama dengan kita, jika kalian mengetahui bahwa betapa susahnya mereka untuk berekspresi, mendapatkan pekerjaan, dan tersiksanya harus menjadi orang lain karena ketidakadilan tersebut serta hak-hak lainnya. Bagaimana jika hal tersebut terjadi pada kalian? (Bisa bertahan gak kira-kira? Hmmm)
Jika teman-teman kita yang LGBTQ+, tidak perawan lagi, korban KDRT tersebut berprilaku positif dan bahkan menginspirasi menjadi pribadi yang lebih baik, kita semua sebagai yang merasa "Normal" ini, kenapa harus mendiskriminasi mereka?. Kecuali jika teman-teman tersebut berprilaku negatif, mungkin saja mereka perlu pendampingan. Jadi jauhkanlah prilaku diskriminatif tersebut, karena teman-teman kita sudah sangat cukup tersiksa dengan tidak adanya kebebasan bagi mereka di Negara kita. Fyi, teman-teman LGBTQ+ bahkan memiliki wawasan yang luas dibandingkan kebanyakan orang loo... Jadi be careful and don't judging :)
Feminisme bukan hanya untuk kaum perempuan karena laki-laki juga wajib untuk paham sehingga tidak menganggap diri lebih bekuasa dan dapat memperlakukan perempuan se-enak jidat :|
Semua orang berhak untuk hidup dan berekspresi !
0 Comments