Aftershock membuat Trauma itu Nyata
Minggu, Agustus 05, 2018Pada malam itu, terasa tenang dan nyaman ditemani dengan angin sepoi-sepoi. Anak-anak muda ketika itu sedang menikmati olahraga dan suasana hiruk pikuk para ibu sibuk berbelanja. Tak terduga guncangan gempa membuat raga lalu mensegerakan untuk bergegas melaju kencang namun tidak dapat dipungkiri rasa takut begitu mencekam. Bumi bergerak ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, banyak yang terjerembat ke bumi, kepala terasa pusing melihat kepanikan lalu lalang orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri. Panik memang!
Malam gelap gulita, menghadap kearah Gunung Agung yang mulai memuntahkan lavanya tampak merah merekah. Bunyi dentuman yang sangat keras membuat kaki ini gemetaran dan warga berhamburan siap siaga untuk segera menuju ke tempat yang lebih aman.
Belum sempat bernafas lega karena Guncangan Vulkanik, Guncangan Tektonik menggeliat menggoyangkan raga. Sama, pada malam hari, ketika inginnya tubuh ini direbahkan ke atas kasur. Lari tunggang-langgang keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Hanya diri sendiri tanpa berpikir untuk membawa apapun...
Pertama kalinya benar-benar merasakan hidup diwilayah rawan bencana. Terjaga setiap malam dan sulit untuk di deskripsikan dengan kata-kata, hanya duduk lunglai bersilang tangan ketika berkali-kali gempa susulan terjadi. Rasanya memang takut betul akan kematian, tak ada yang bisa menerjemahkan bagaimana rasa khawatir ini, yang tidak saja menghampiri setiap waktu tetapi juga karena jarak yang terpisah dengan sanak keluarga. Bagai mimpi buruk yang sungguh langka dan berharap tidak menghampiri lagi.
Guncangan besar yang pertama kali membuat saya merasa, memang, hal yang paling berharga adalah keluarga. Trauma itu nyata, dan membuat saya menundukkan kepala memohon ampunan akan dosa kita. Semoga aman dan saudara kita di daerah yang terkena dampak bencana dapat ikhlas dengan rencana-Nya.
0 Comments